Source: @edgar_joel_ortiz |
HERE I GO!! DIERGO!! LEGGO!!
Sebuah logo memanglah penting sebagai identitas bagi suatu perusahaan atau instansi. Logo tersebut menunjukkan kekhasan dan karakter yang sesuai dengan visi, misi, dan bidang dari perusahaan itu sendiri.
Nah, apakah mempunyai logo juga penting bagi para individu atau perorangan?
Jawabannya, belum tentu dan tergantung dari si orang itu. Memiliki sebuah logo kan setidaknya buat melengkapi personal branding kita sehingga mereka-mereka semua nggak cuma inget sama tampang maupun suara kita aja. Lebih tepatnya, hukum mempunyai logo pribadi itu Sunnah, terserah elo mau punya apa nggak, mereka juga belum tentu peduli ini. Bentuk lambangnya bisa berupa inisial, binatang kesukaan, atau bisa aja pakai muka sendiri terus dibikin ala kartun gitu. Biasanya sih kalangan yang punya logo sendiri itu lebih ke desainer grafis, desainer fesyen, atau yaaaa musisi kayak saya gitu, hehe. Oh iya saya mau tegaskan dulu, kita membahas logo dalam bentuk ikon yah, bukan logo nama panggung.
Ngomong-ngomong logo dalam bentuk ikon, sejujurnya saya awalnya nggak begitu peduli dengan itu, terutama pas menjalani debut solo saya 7 tahun lalu dengan single “Bukan Lelaki Biasa”. Logo dengan nama panggung itu sudah cukup bagi saya, yang penting tuh saya lebih fokus ke jualan karya. Apalagi dulu di tulisan nama “DIERGO” cuma menggunakan font Arial dengan sedikit modifikasi, nggak mau pakai font yang aneh-aneh karena biar mudah dibaca orang aja. Iya kali tulisan “DIERGO”-nya pakai font Wingdings atau Webdings?!.
DIERGO 1st Indonesian Album "Bukan Lelaki Biasa" (2010) |
Tiga tahun kemudian (2013), pasca vakum lama dari dunia
musik karena saat itu fokus Ujian Nasional dan persiapan masuk kuliah,
saya kembali dengan single “Dopamine” dimana saya memiliki logo nama panggung baru, yang bentuknya sekilas kayak sekotak
coklat bar gitu, hehe.
DIERGO Debut Korean Single "Dopamine" |
Barulah akhirnya saya kepikiran punya logo dalam bentuk ikon ketika saya ingin mengganti logo nama panggung lantaran selain susah dibaca kalau dari jauh, juga nggak sreg aja gitu bentuknya kayak coklat, jadi kalau pas bulan Puasa terus liatin logo saya pasti bawaannya laper, hahaha! Itu disaat awal tahun 2015 dimana saya merilis single spesial berbahasa Korea saya “그녀를 그녀를 그녀를 (Her Her Her)” berduet dengan teman saya Endang, saya resmi memperkenalkan logo nama panggung “DIERGO” menggunakan font Fought Knight Victory + logo ikon yang berbentuk hati, yang sebenarnya sama sekali nggak pas sama logo nama panggung tersebut. Awalnya sih karena bentuk hati di logo yang saya namakan “LOVE TO GO” itu secara nggak langsung membentuk huruf “G” & “O”, padahal kalau sekarang dilihat, kenapa jadi kayak huruf Hijaiyah “ﻭ” / "waw" ya? Subhanallah. Nah, logo tersebut juga terus dipakai di 1st Mini Album berbahasa Korea saya “LOVE TO GO” (which is inspired by this symbol) dan bahkan dijadikan sebuah lightstick demi kebutuhan sampul albumnya. Lightstick tersebut juga menjadi poin utama dalam MV saya “LOVE TO GO” dan inget banget jalan ceritanya, ketika dunia tiba-tiba jadi hitam putih dan saya dapat amanah untuk mencari lightstick hijau berbentuk hati demi membuat dunia menjadi berwarna seperti semula. Sumpah ya meskipun saya yang tulis sendiri skenarionya tapi sejujurnya, itu adalah jalan cerita yang sampah abis, nggak jelas aja sih dari mana datangnya itu kertas berisi perintah, mana di akhir adegan kok tiba-tiba saya ngilang pas menggenggam lightstick tersebut, dimana ternyata semua itu hanya mimpi. Awalnya saya nggak punya ide untuk cerita dalam video klip tersebut dan ya udah saya pakai lightstick pribadi saya aja deh sebagai properti utama, biar sekalian ngeksis gitu.
DIERGO 1st Korean Mini Album "LOVE TO GO" |
Sayangnya beberapa bulan kemudian, saya memutuskan untuk tidak lagi memakai logo berbentuk hati tersebut dengan alasan...... Banyak yang bilang logo itu terlalu feminin dan kecewek-cewekan, secara yah bentuknya lope-lope dan unyu-unyu gitu #hahahahanying. Tepat di saat perilisan album kedua “Wujudkan Mimpi” bulan November 2015, saya memperkenalkan logo ikon terbaru saya bernama “GO TO FREEDOM” yang bentuknya masih simpel seperti karakter saya yang nggak mau riweuh-riweuh dan lagi-lagi secara nggak langsung membentuk huruf “G” & “O” (walaupun bagi orang-orang... Nggak sih, hehe). Saya sih terinspirasi sama logo nama panggungnya Jimi Hendrix bersama kelompok musiknya, jadi ada sedikit kesan 60’s psychedelic gitu, padahal musik saya aja pop cengeng gitu. Saya pun mulai niat promosi CD album “Wujudkan Mimpi” dengan menjualnya ke beberapa orang dengan harga “ceban” aja, kendati akhirnya kesini-sini saya pun memberikan secara gratis kepada teman-teman dan saudara saya + sekalian promosi personal branding saya juga dengan stiker logo saya yang jadi bonus untuk rilisan fisik album tersebut. Oh iya, logo “GO TO FREEDOM” tersebut mempunyai makna: “kebebasan yang bertanggung jawab”.
DIERGO 2nd Indonesian Album "Wujudkan Mimpi" |
Hingga suatu ketika, saya dapat kabar dari beberapa orang kalau logo “GO TO FREEDOM” tersebut ternyata (sangat) mirip dengan logo Beats yang merupakan produsen headphone milik Dr. Dre. Kalau logo saya diputar 270°, maka akan terlihat mirip dan seperti saat headphone Beats itu ditidurkan, posisi logonya akan sama kayak logo saya. Meskipun kemiripan dalam sebuah logo itu wajar-wajar aja, tapi kan kalau udah plek mirip kan berabe juga jadinya. Lagian selain itu, saya juga agak kurang sreg sama logo tersebut lantaran sama seperti kasus logo “LOVE TO GO” sebelumnya, nggak menyatu sama logo nama panggung saya dan berasa dipaksakan membentuk huruf “G” & “O”.
Finally on May 2016, I re-introduced my own logo officially! Menjelang peluncuran video klip untuk single “Menjaga Rasa” yang terdapat dalam album “Wujudkan Mimpi”, saya pun memperkenalkan logo terbaru saya bernama “GO TO THE TOP” yang dimana sampai saat ini masih saya pakai.
Kalau ada yang bertanya apa arti dari logo terbaru saya.... Tunggu bagian kedua dari cerita ini, yah!
SALAM LEGGO!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar